Sejarah Temanggung selalu dikaitkan dengan raja Mataram Kuno yang
bernama Rakai Pikatan. Nama Pikatan sendiri dipakai untuk menyebutkan suatu
wilayah yang berada pada sumber mata air di desa Mudal Kecamatan Temanggung.
Disini terdapat peninggalan berupa reruntuhan batu-bebatuan kuno yang diyakini
petilasan raja Rakai Pikatan. Sejarah Temanggung mulai tercatat pada Prasasti
Wanua Tengah III Tahun 908 Masehi yang ditemukan penduduk dusun Dunglo Desa
Gandulan Kecamatan Kaloran Temanggung pada bulan November 1983. Prasasti itu
menggambarkan bahwa Temanggung semula berupa wilayah kademangan yang gemah
ripah loh jinawi dimana salah satu wilayahnya yaitu Pikatan. Disini didirikan
Bihara agama Hindu oleh adik raja Mataram Kuno Rahyangta I Hara, sedang rajanya
adalah Rahyangta Rimdang (Raja Sanjaya) yang naik tahta pada tahun 717 M
(Prasasti Mantyasih). Oleh pewaris tahta yaitu Rake Panangkaran yang naik tahta
pada tanggal 27 November 746 M, Bihara Pikatan memperoleh bengkok di Sawah
Sima. Jika dikaitkan dengan prasasti Gondosuli ada gambaran jelas bahwa dari
Kecamatan Temanggung memanjang ke barat sampai kecamatan Bulu dan seterusnya
adalah adalah wilayah yang subur dan tenteram (ditandai tempat Bihara Pikatan).

Dari buku sejarah karangan I Wayan badrika disebutkan bahwa Rakai
Pikatan selaku raja Mataram Kuno berkeinginan menguasai wilayah Jawa Tengah.
Namun untuk merebut kekuasaan dari raja Bala Putra Dewa selaku penguasa
kerajaan Syailendra tidak berani. Maka untuk mencapai maksud tersebut Rakai
Pikatan membuat strategi dengan mengawini Dyah Pramudha Wardani kakak raja Bala
Putra Dewa dengan tujuan untuk memiliki pengaruh kuat di kerajaan Syailendra.
Selain itu Rakai Pikatan juga menghimpun kekuatan yang ada di wilayahnya baik
para prajurit dan senapati serta menghimpun biaya yang berasal dari upeti para
demang. Pada saat itu yang diberi kepercayaan untuk mengumpulkan upeti adalah
Demang Gong yang paling luas wilayahnya. Rakai Pikatan menghimpun bala tentara
dan berangkat ke kerajaan syailendra pada tanggal 27 Mei 855 Masehi untuk
melakukan penyerangan. Dalam penyerangan ini Rakai Pikatan dibantu Kayu Wangi
dan menyerahkan wilayah kerajaan kepada orang kepercayaan yang berpangkat
demang. Dari nama demang dan wilayah kademangan kemudian muncul nama
Ndemanggung yang akhirnya berubah menjadi nama Temanggung.
Catatan sejarah Temanggung berasal dari :
- Prasasti Wanua Tengah III,
Berkala arkeologi tahun 1994 halaman 87 bahwa Rakai Pikatan dinyatakan
meninggal dunia pada tanggal 27 Mei 855 M.
- Prasasti Siwagrha terjemahan
Casparis (1956 - 288), pada tahun 856 M Rakai Pikatan mengundurkan diri.
- Prasasti Nalanda tahun 860
(Casparis 1956, 289 - 294), Balaputra dewa dikalahkan perang oleh Rakai
Pikatan dan Kayu Wangi.
- Prasasti Wanua Tengah III,
Berkala Aekeologi Tahun 1994 halaman 89, Rakai Kayu Wangi naik tahta
tanggal 27 Mei 855 M.
- Dalam buku karangan I Wayan
Badrika halaman 154, Pramudya Wardani kawin dengan Rakai Pikatan dan naik
tahta tahun 856 M. Balaputra Dewa dikalahkan oleh Pramudha wardani dibantu
Rakai Pikatan (Prasasti Ratu Boko) tahun 856 M.
Catatan diatas dapat
disimpulkan bahwa Rakai Pikatan mengangkat putranya Kayu Wangi. Selanjutnya
mengundurkan diri dan meninggalkan Mataram untuk kawin dengan Pramudha Wardani.
Dalam peperangan melawan Balaputra Dewa, Rakai Pikatan dibantu putranya Kayu
Wangi.
Riwayat Singkat Hari Jadi Kabupaten Temanggung
Berdasarkan Surat Keputusan Komisaris Jenderal Hindia Belanda,
Nomor 11 Tanggal 7 April 1826, Raden Ngabehi Djojonegoro ditetapkan sebagai
Bupati Menoreh yang berkedudukan di Parakan, dengan gelar Raden Tumenggung Aria
Djojonegoro. Setelah perang Diponegoro berakhir, beliau kemudian memindahkan
Ibu Kota ke Kabupaten Temanggung. Kebijaksanaan pemindahan ini didasarkan pada
beberapa hal; Pertama, adanya pandangan masyarakat Jawa kebanyakan pada sat itu,
bahwa Ibu Kota yang pernah diserang dan diduduki musuh dianggap telah ternoda
dan perlu ditinggalkan. Kedua, Distrik Menoreh sebuah daerah sebagai asal nama
Kabupaten Menoreh, sudah sejak lama digabung dengan Kabupaten Magelang,
sehingga nama Kabupaten Menoreh sudah tidak tepat lagi. Mengingat hal tersebut,
atas dasar usulan Raden Tumenggung Aria Djojonegoro, lewat esiden Kedu kepada
Pemerintah Hindia Belanda di Batavia, maka disetujui dan ditetapkan bahwa nama
Kabupaten Menoreh berubah menjadi Kabupaten Temanggung. Persetujuan ini
berbentuk Resolusi Pemerintah Hindia Belanda Nomor 4 Tanggal 10 Nopember 1834.
Mempertimbangkan bahwa Hari Jadi Daerah merupakan awal perjalanan
sejarah, agar diketahui semua lapisan masyarakat, guna memacu meningkatkan
semangat pembangunan dan pengembangan daerah, maka Pemerintah Kabupaten Dati II
Temanggung menugaskan kepada DPD II KNPI Kabupaten Temanggung untuk mengadakan
pelacakan sejarah dan seminar tentang Hari Jadi Kabupaten Temanggung. Dari
hasil seminar tanggal 21 Oktober 1985, yang diikuti oleh Sejarawan, Budayawan
dan Tokoh Masyarakat, ABRI, Rokhaniwan, Dinas/Instansi/Lembaga Masyarakat dan
lain-lainnya, maka ditetapkan bahwa tanggal 10 Nopember 1834 sebagai Hari Jadi
Kabupaten Temanggung
Tidak ada komentar:
Posting Komentar